Aksi demonstrasi mahasiswa di ibu kota kembali menyita perhatian publik pada 28 Agustus 2025. Ribuan mahasiswa dari berbagai universitas turun ke jalan membawa spanduk, poster, dan orasi lantang untuk menyuarakan aspirasi mereka. Awalnya, suasana berjalan dengan tertib. Massa berkumpul di depan Gedung DPR/MPR RI, menyanyikan yel-yel perjuangan, dan menyampaikan kritik terhadap kebijakan pemerintah. Namun, di balik semangat menyampaikan pendapat, situasi yang awalnya damai perlahan berubah menjadi tegang hingga akhirnya berujung pada penggunaan gas air mata oleh aparat keamanan.
Thank you for reading this post, don't forget to subscribe!Awal Aksi yang Tertib
Sejak pagi hari, ribuan mahasiswa sudah berdatangan ke kawasan Senayan. Mereka membawa atribut kampus, bendera organisasi, dan spanduk berisi tuntutan. Orasi bergantian dilakukan di atas mobil komando, sementara sebagian lainnya duduk tertib di jalan raya depan gerbang utama DPR. Polisi tampak berjaga di sekitar lokasi, membuat pagar betis dan menutup akses kendaraan.
Pada tahap awal, aksi tersebut berlangsung aman. Para mahasiswa menekankan bahwa kedatangan mereka adalah untuk menyampaikan aspirasi secara damai. Bahkan, beberapa koordinator lapangan terus mengingatkan melalui pengeras suara agar peserta tidak terprovokasi dan tetap menjaga ketertiban.
Meningkatnya Ketegangan
Menjelang siang, situasi mulai berubah. Massa yang terus berdatangan membuat area depan DPR semakin penuh sesak. Dorongan dan desakan antarbarisan mahasiswa kian terasa, terutama di titik gerbang utama. Dalam waktu yang hampir bersamaan, beberapa mahasiswa terlihat mencoba mendorong pagar besi DPR yang dijaga ketat aparat. Suasana makin panas ketika sebagian peserta aksi mulai melemparkan botol plastik dan benda kecil ke arah barisan polisi.
Meski orator aksi mencoba menenangkan, suara riuh dan teriakan “buka pintu DPR!” menggema. Barisan depan mahasiswa semakin menekan pagar, sementara aparat keamanan tetap bertahan di balik tameng. Kondisi inilah yang membuat eskalasi meningkat drastis.
Puncak Ketegangan di Depan Gedung DPR
Sekitar pukul 14.00 WIB, situasi benar-benar tidak terkendali. Sejumlah mahasiswa berhasil merobohkan sebagian pagar pembatas, memaksa aparat untuk mendorong mundur. Kontak fisik mulai terjadi, teriakan semakin keras, dan aksi yang awalnya damai kini bergeser ke arah kericuhan. Batu, botol, dan bahkan petasan mulai dilemparkan ke arah aparat keamanan.
Polisi mencoba melakukan negosiasi singkat dengan koordinator aksi, namun massa yang sudah terbawa emosi semakin sulit dikendalikan. Saat itu, aparat keamanan mulai memperingatkan melalui pengeras suara bahwa tindakan tegas akan dilakukan apabila situasi tidak terkendali. Namun, tensi di lapangan sudah terlalu tinggi.
Gas Air Mata Ditembakkan
Ketika massa mulai mendorong maju lebih agresif dan melempari aparat, keputusan cepat diambil. Sekitar pukul 15.00 WIB, suara letupan terdengar dari barisan polisi. Gas air mata ditembakkan ke udara, lalu diarahkan ke kerumunan mahasiswa. Seketika, massa yang padat berubah menjadi panik.
Mahasiswa berlarian mencari tempat berlindung, sebagian tersungkur karena sesak napas dan mata perih. Jalanan dipenuhi asap putih tebal yang membuat jarak pandang terbatas. Teriakan histeris bercampur dengan batuk dan tangisan peserta aksi. Aparat kemudian maju perlahan, membubarkan massa yang tersisa di depan gerbang DPR.
Dampak dan Reaksi Pasca Aksi
Penggunaan gas air mata itu menimbulkan reaksi beragam. Sebagian pihak menilai langkah aparat sebagai bentuk tindakan represif yang berlebihan terhadap mahasiswa yang sedang menyampaikan pendapat. Namun, aparat keamanan beralasan bahwa tindakan itu diambil karena situasi sudah tidak terkendali dan berpotensi menimbulkan kerusakan lebih besar.
Sejumlah mahasiswa harus mendapatkan perawatan medis akibat terpapar gas air mata, mengalami sesak napas, pingsan, atau luka akibat terjatuh saat berdesakan. Di sisi lain, beberapa polisi juga dilaporkan mengalami luka karena terkena lemparan benda keras.
Media sosial langsung dibanjiri dengan video detik-detik penggunaan gas air mata. Publik terbelah dalam menanggapi peristiwa tersebut. Ada yang mengecam aparat, ada pula yang menilai mahasiswa kehilangan kendali hingga aksi berujung ricuh.
Refleksi dan Pembelajaran
Peristiwa ini memberikan catatan penting bagi semua pihak. Bagi mahasiswa, aksi damai harus benar-benar dijaga agar tidak ditunggangi atau berubah menjadi kericuhan. Sementara bagi aparat, penggunaan kekuatan harus dilakukan secara proporsional dengan mengutamakan dialog.
Aksi mahasiswa adalah bagian dari dinamika demokrasi di Indonesia. Namun, momen ketika suara aspirasi berubah menjadi kepulan gas air mata menunjukkan betapa rapuhnya garis pemisah antara kedamaian dan kericuhan. Ke depan, diperlukan upaya bersama untuk menciptakan ruang penyampaian pendapat yang sehat, aman, dan tidak berujung pada kekerasan.
Penutup
Detik-detik penggunaan gas air mata pada aksi mahasiswa ini akan selalu dikenang sebagai bagian dari perjalanan demokrasi bangsa. Bukan hanya sekadar catatan peristiwa, tetapi juga pengingat bahwa kebebasan berekspresi harus diimbangi dengan tanggung jawab menjaga kedamaian. Sementara aparat keamanan dituntut untuk tetap mengedepankan prinsip kemanusiaan dalam menghadapi dinamika di lapangan.
Apapun narasi yang berkembang, masyarakat berharap agar kejadian ini menjadi bahan evaluasi, bukan sekadar kontroversi. Sebab, demokrasi yang sehat hanya akan lahir dari komunikasi yang terbuka, penghargaan terhadap perbedaan, dan komitmen bersama menjaga Indonesia tetap damai.
Keywords: gas air mata, aksi mahasiswa, Gedung DPR, aparat keamanan, ricuh demonstrasi