Seorang ulama besar ibarat sebuah sungai yang mengalir dari dua sumber mata air. Kedalaman dan kesucian airnya ditentukan oleh darimana ia berasal. Demikian pula dengan Gus Mukhlason Rosyid. Karisma dan keilmuan beliau yang mengalir deras dalam setiap ceramahnya bukanlah lahir begitu saja. Ia adalah hasil dari perjalanan panjang, pengabdian, dan pembelajaran dari dua institusi pendidikan Islam yang paling disegani di Jawa Timur: Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadiin Ploso, Kediri dan Pondok Pesantren Sidogiri, Pasuruan.
Thank you for reading this post, don't forget to subscribe!Memahami jejak langkah Gus Mukhlason di kedua pesantren ini sama artinya dengan memahami bagaimana ilmu syariat (hukum) dan hakikat (spiritualitas) berpadu dalam dirinya. Artikel ini akan mengajak sampean menelusuri bagaimana dua pondok dengan tradisi yang berbeda ini menempa beliau, menjadikannya ulama yang tidak hanya cerdas secara nalar, tetapi juga kaya secara spiritual.
Masa di Pondok Sidogiri: Fondasi Syariat yang Kokoh
Pondok Pesantren Sidogiri di Pasuruan dikenal sebagai benteng tradisi keilmuan klasik di Indonesia. Sejak didirikan ratusan tahun lalu, Sidogiri menjadi rujukan utama bagi para santri yang ingin mendalami ilmu agama secara mendalam, terutama di bidang fikih, ushul fikih, dan hadis. Lingkungan belajarnya sangat ketat, dengan fokus utama pada penguasaan kitab-kitab klasik (kitab kuning).
Di sinilah Gus Mukhlason Rosyid menempa fondasi syariat yang sangat kokoh. Beliau belajar bagaimana membedah setiap dalil dari Al-Qur’an dan hadis, memahami kaidah-kaidah fikih, dan menimbang setiap permasalahan hukum dengan cermat. Beliau tidak hanya sekadar menghafal, tetapi juga mendalami metodologi para ulama salaf dalam mengambil kesimpulan hukum. Penguasaan yang mendalam ini menjadikan Gus Mukhlason memiliki landasan yang kuat. Setiap jawaban beliau terkait masalah-masalah hukum Islam selalu terperinci dan dapat dipertanggungjawabkan secara keilmuan. Inilah yang membedakan seorang ulama yang berfatwa berdasarkan ilmu dengan yang hanya mengandalkan logika atau perasaan semata.
Pengalaman di Sidogiri membentuk disiplin ilmu beliau, mengajarkannya bahwa setiap ajaran agama haruslah berpegang teguh pada sumber-sumber yang sahih. Ilmu dari Sidogiri adalah “pagar” yang melindungi pemahaman beliau dari pemikiran-pemikiran menyimpang.
Masa di Pondok Ploso: Samudera Hakikat dan Tasawuf
Jika Sidogiri adalah laboratorium ilmu lahir, maka Pondok Pesantren Ploso adalah tempat di mana ilmu batin diasah. Pondok ini dikenal luas sebagai pusat kajian tasawuf dan tarekat di Jawa Timur. Di Ploso, fokusnya bukan hanya pada apa yang terlihat, melainkan pada apa yang tersembunyi di dalam hati.
Di sinilah Gus Mukhlason Rosyid menyelam ke dalam samudera hakikat. Beliau belajar tentang tazkiyatun nafs (pembersihan jiwa), zuhud (tidak terikat pada dunia), dan ikhlas (ketulusan). Ilmu yang beliau dapatkan dari guru-guru spiritual di Ploso melengkapi ilmu fikihnya dari Sidogiri. Beliau menyadari bahwa ibadah yang sempurna bukanlah sekadar menjalankan rukun-rukunnya, tetapi juga menghadirkan jiwa dan hati di hadapan Allah.
Melalui bimbingan guru-guru spiritualnya, Gus Mukhlason menemukan esensi terdalam dari setiap ibadah. Sebuah gerakan shalat, misalnya, tidak lagi hanya sekadar gerakan fisik, melainkan sebuah dialog mendalam dengan Sang Pencipta. Kedalaman spiritual inilah yang membuat dakwah beliau terasa menyejukkan, penuh dengan nasihat yang menyentuh hati.
Memadukan Dua Samudera Ilmu: Lahirnya Ulama Multidimensi
Jarang sekali ada ulama yang memiliki perpaduan keilmuan sekomprehensif Gus Mukhlason. Beliau adalah bukti bahwa seorang alim sejati harus menguasai ilmu syariat dan hakikat secara seimbang.
- Ilmu dari Sidogiri memberikannya kemampuan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tentang hukum secara ilmiah.
- Ilmu dari Ploso memberikannya kemampuan untuk memberikan nasihat yang menyentuh jiwa dan mengobati hati yang sakit.
Hasilnya, dakwah Gus Mukhlason tidak pernah kering. Ketika beliau membahas masalah fikih, penjelasannya mudah dipahami. Ketika beliau membahas masalah hati, kata-katanya penuh hikmah dan ketenangan. Kedua jejak langkah di dua pesantren besar ini telah menempa beliau menjadi sosok yang utuh: seorang ahli syariat yang memiliki kedalaman spiritual, dan seorang ahli hakikat yang tidak pernah melupakan aturan syariat.
Panduan Mencari Ilmu: Syariat dan Hakikat di Jawa Timur dan Indonesia
Bagi sampean yang ingin menapaki jalan mencari ilmu seperti Gus Mukhlason, sangat penting untuk mengetahui kemana harus melangkah.
- Untuk Ilmu Syariat: Carilah pondok pesantren atau majelis yang fokus pada kajian kitab kuning klasik dengan sanad yang jelas. Banyak pondok pesantren di Mojokerto dan seluruh Jawa Timur yang merupakan rujukan utama untuk ilmu ini. Mereka memiliki kurikulum yang terstruktur dan tradisi yang kuat dalam mengajarkan hukum-hukum Islam.
- Untuk Ilmu Hakikat: Carilah seorang mursyid (guru pembimbing) yang sanadnya tersambung dan diakui oleh tarekat-tarekat mu’tabarah (yang diakui kevalidannya). Mereka tidak hanya mengajarkan teori, melainkan juga membimbing murid dalam mengamalkan dzikir dan membersihkan jiwa. Jangan sembarangan memilih, karena ilmu batin harus diambil dari sumber yang terpercaya dan memiliki sanad yang jelas.
FAQ (Pertanyaan yang Sering Diajukan)
Q: Apa perbedaan utama antara Pondok Ploso dan Sidogiri? A: Pondok Sidogiri lebih fokus pada ilmu syariat (fikih), sementara Pondok Ploso lebih fokus pada ilmu hakikat (tasawuf dan tarekat). Keduanya adalah pelengkap yang sempurna.
Q: Kenapa Gus Mukhlason belajar di dua tempat berbeda? A: Untuk mendapatkan pemahaman yang utuh dan seimbang. Ia menyadari pentingnya menguasai ilmu hukum (syariat) sekaligus ilmu spiritual (hakikat) agar dapat berdakwah dengan efektif.
Q: Apa itu ilmu syariat dan hakikat? A: Ilmu syariat adalah ilmu tentang hukum-hukum Islam yang terlihat (seperti fikih dan ibadah), sedangkan ilmu hakikat adalah ilmu tentang esensi dan rahasia di balik ibadah tersebut (seperti tasawuf).
Q: Apakah Gus Mukhlason mengajarkan ilmu yang sama dengan guru-gurunya? A: Beliau mengajarkan ilmu yang sama dengan sanad yang jelas, namun dengan gaya penyampaian yang lebih modern dan mudah diterima oleh audiens masa kini.
Q: Bagaimana jejak beliau di Mojokerto? A: Setelah menimba ilmu, Gus Mukhlason Rosyid kembali ke Mojokerto dan mendirikan Majelis Rotibul Haddad, tempat beliau mengamalkan dan mengajarkan ilmu yang didapatnya.
Penutup
Jejak langkah Gus Mukhlason Rosyid di Pondok Ploso dan Sidogiri adalah pelajaran berharga bagi kita semua. Beliau menunjukkan bahwa menjadi seorang ulama tidak cukup hanya pandai berdebat, melainkan harus juga memiliki hati yang bersih. Perpaduan dua sumber ilmu ini telah menjadikan beliau sosok yang utuh, yang mampu memberikan jawaban atas masalah dunia sekaligus ketenangan hati. Semoga kisah ini menginspirasi sampean dan pembaca lainnya untuk terus menuntut ilmu dari sumber yang benar.